a. Ion molekul hidrogen
Ion molekul hidrogen terdiri dari atas dua proton dan satu elektron. Di Gambar 5.1 RA; RB, dan r menyatakan posisi dua proton A, B, dan elektronnya. Dengan menetapkan posisi proton pada jarak R, kita dapat mendeskripsikan gerakan elektronnya dengan menggunakan operator Hamiltonian berikut:(5.1)
rA dan rB menyatakan jarak antara elektron dan A ddan. Fungsi gelombang yang merepresentasikan gerakan elektron adalah fungsi posisi elektron r, dan fungsi ini berubah seiring dengan perubahan jarak antar proton R.(5.2)
Gambar 5.1 Ion molekul hidrogen H2+.
Karena ψ merepresentasikan perilaku elektronnya, fungsi gelombang elektron ion molekul hidrogen, fungsi gelombangnya dapat diungkapkan sebagai superposisi gelombang elektron yang bergerak mengitari masing-masing proton secara terpisah. Jadi, ion molekul hidrogen dapat diuraikan sebagai kombinasi linear orbital atom xA dan xB untuk atom hidrogen.(5.3)
CA; CB adalah koefisien yang menyatakan bobot superposisi xA dan xB. Sebagai xA dan xB digunakan fungsi orbital valensi 1s atom hidrogen, φ1s.(5.4)
Untuk xA dan xB, jarak antara elektron rA, rB dan proton yang terkaitnya A, B harus digunakan sebagai variabel 1s.(5.5)
Kini, anggap nilai ekspektasi u dari operator ?? yang bekerja pada ψ pada persamaan (5.2).(5.6)
Sebagai ganti integral-integral berikut termasuk fungsi orbital atom xA dan xB, simbol α, β dan S digunakan dalam persamaan di atas.(5.7)
(5.8)
Dalam persamaan di atas, i dan j merujuk pada proton A dan B, tetapi untuk α misalnya tidak perlu diberikan spesifikasi khusus kation A dan B, karena kedua proton adalah partikel yang sama.Di antara integral dalam persamaan (5.7) dan (5.8), nilai terintegrasi bergantung pada jarak R antar proton, kecuali integral untuk kondisi normalisasi fungsi 1s. α, β dan S adalah integral yang mengandung fungsi eksponensial, yang dapat dihitung berdasarkan pengetahuan matematik tingkat pertama. Walaupun detailnya tidak akan diberikan di sini, fitur kualitatif integralnya dirangkumkan di bawah ini:
Integral tumpang tindih S memenuhi ketidaksamaan berikut.
(5.9)
Sebagai diperlihatkan di Gambar 5.2, S →1 dalam limit R → 0, dan S→ 0 dalam limit R → ∞. α dan β mendekati +1 dalam limit R → 0. Walaupun energi potensial akibat gaya tarik-menarik antara elektron dan proton menjad hanya dua kali dari dalam atom hidrogen di limit R → 0, energi potensial tolakan dua proton yang berkaitan dengan suku terakhir di persamaan (5.1) menjadi tak hingga ketika R→0. Nilai α untuk R→∞ cocok dengan energi orbit al 1s atom hidrogen, karena interaksinya dengan proton lain dapat diabaikan. Nilai β untuk R→∞ menghasilkan β→0, sebaba paling tidak fungsi orbital menjadi nol tidak peduli letak elektronnya. Gambar 5.2 juga menunjukkan kebergantungan R pada ua, ub.Untuk mendapatkan penyelesaian nontrivial untuk persamaan simultan (5.6) selain CA =CB = 0, persamaan sekuler berikut harus dipenuhi.
(5.10)
Gambar 5.2 Kebergantungan α, β, dan S pada R.
Kita uraikan persamaan ini untuk mendapatkanPersamaan ini adalah persamaan kuadrat u, dengan dua solusi ua, ub (untuk mudahnya anggap ua > ub) diberikan sebagai berikut.
(5.11)
Dua solusi ini adalah tingkat energi H2+ kira-kira. ua dan ub berturut-turut adalah keadaan dasar dan tereksitasi. Gambar 5.3 menunjukkan variasi ua dan ub sebagai fungsi jarak antar inti R.Kurva untuk ub memiliki minimum pada jarak antar inti Re = 1,32 Å dan energi ikatan De = 1,77 eV, yang berarti dihasilkannya ikatan stabil. Nilai hasil percobaan adalah Re = 1,06 Å dan energi ikatan De = 2,78 eV. Hasil ini tidak terlalu buruk, karena batasan fungsi gelombang dalam bentuk persamaan (5.2) merupakan pendekatan yang sangat kasar. Merupakan hal yang signifikan bahwa paparan ringkas ikatan kimia dengan Re sekitar 1 Å dan energi ikatan De beberapa eV dihasilkan. Kurva ua menurun dengan meningkatnya R, yang menghasilkan tolakan antara inti yang akan berujung pada disosiasi.
Fungsi gelombang ψa, ψa yang berkaitan dengan keadaan yang berkaitan didapatkan dengan menggunakan hubungan untuk CA dan CB, yang diturunkan dengan memasukkan ua, ub ke dalam persamaan (5.6). Kondisi normalisasi berikut harus digunakan.
(5.12)
Dengan memasukkan ua ke dalam persamaan 5.6, dihasilkanGambar 5.3 Energi potensial H2+.
Persamaan ini menghasilkan CA = CB, dan dengan menggunakan kondisi normalisasi kita mendapatkan ψa:(5.13)
Kemudian kita menggunakan ub mirip dengan di atas, dan menghasilkan:(5.14)
Kini, perhatikan makna fisik fungsi-fungsi gelombang ψa dan ψb ini. Sebagaimana dapat dilihat dari persamaan (5.2), adalah gelombang elektron baru yang dihasilkan dengan interferensi gelombang elektron orbital atom A dan B dengan faktor pembobot CA dan CB. Dalam ψa tanda dua komponen CAψA dan CBψB berlawanan tanda dan saling meniadakan (Gambar.5.4). Orbital semacam ini disebut dengan orbital anti ikatan. Interferensi gelombang elektron orbital-orbitak atom secara efektif terjadi di daerah antar inti yakni di daerah tumpang tindih orbital satu sama lain. Untuk ψa, kerapatan elektron dalam daerah ikatan menurun dengan menurunnya interferensi dibandingkan dengan kasus tidak ada interferensi, dan kerapatan elektron di daerah anti ikatan meningkat menghasilkan tolakan antar inti. Sebaliknya untuk ψb, kedua komponen berinterferensi konstruktif dengan tanda yang sama. Orbital semacam ini disebut dengan orbital ikatan. Untuk ψb, kerapatan elektron di daerah ikatan meningkat menghasilkan gaya ikatan antar inti (Gambar 5.4). Ikatan dalam ion molekul hidrogen diakibatkan oleh sebuah elektron yang digunakan bersama di daerah ikatan antar dua inti, dan ikatan jenis ini disebut dengan ikatan satu elektron. Walaupun penurunan yang dilakukan di sini hanya pendekatan dua temuan penting berikut didapat: (1) distribusi elektron ditentukan oleh interferensi antara gelombang elektron yang menghasilkan gaya ikatan atau anti ikatan dan (2) hanya satu elektron yang dapat menghasilkan satu ikatan.Gambar 5.4 Interferensi gelombang elektron orbital-orbital atom..
b. Molekul hidrogen
Penjelasan pertama mekanisme ikatan kimia dalam molekul hidrogen berdasarkan mekanika kuantum diberikan oleh W. Heitler dan F. London pada tahun 1927. Berdasarkan metoda ikatan valensi yang mereka usulkan, ikatan terbentuk dengan interaksi antar atom yang mendekat satu sama lain. Metoda ini kemudian merupakan versi standar teori ikatan kimia di banyak buku teks. Lama setelah itu, di tahun 1962, J. R. Reudenberg melakukan analisis seksama energi ikatan dalam metoda ikatan valensi, dan ia menyatakan bahwa kesetimbangan antara energi kinetik dan energi potensial dalam metoda Heitler dan London, yang berkaitan dengan rasio virial yang dipelajari di bagian 4.2, ternyata tidak benar. Perkembangan komputer baru-baru ini telah meningkatkan kemungkinan penanganan dengan teori orbital molekul yang lebih menguntungkan dan dengan demikian kita tidak lagi berurusan dengan metoda ikatan valensi.Metoda orbital molekul yang disebutkan di bagian 4.3 menghasilkan kurva energi potensial untuk molekul hidrogen sebagaimana diperlihatkan di gambar 5.5. E(H2) dan E(H) berturut-turut menyatakan energi molekul hidrogen dan atom hidrogen. R dan aB adalah jarak antar inti dan jari-jari Bohr, dan baik ordinat maupun absis dinormalkan pada satuan atomik. Bahkan dalam tingkat SCF ikatan kimia yang stabil terbentuk, dan metoda interaksi konfigurasi (CI) yang memperhatikan efek korelasi elektron akan menghasilkan hasil yang jauh lebih baik dibandingkan dengan hasil percobaan. Metoda orbital molekul dan penggunaannya untuk banyak molekul termasuk molekul hidrogen akan dibahas dengan detail di bagian selanjutnya.
No comments:
Post a Comment