Thursday, October 13, 2011

Penjelasan Reaksi Substitusi Nukleofilik Antara Halogenalkana dan Ion Hidroksida

Halaman ini akan memberikan panduan tentang mekanisme-mekanisme substitusi nukleofilik untuk reaksi antara halogenalkana dengan ion-ion hidroksida, misalnya yang berasal dari natrium hidroksida.

Reaksi antara halogenalkana primer atau sekunder dengan ion-ion hidroksida – mekanisme SN2

Ion hidroksida sebagai nukleofil

Nukleofil adalah sebuah spesies (ion atau molekul) yang tertarik kuat ke sebuah daerah yang bermuatan positif pada sesuatu yang lain.
Nukleofil bisa berupa ion negatif penuh, atau lainnya yang memiliki muatan - kuat di suatu tempat pada sebuah molekul.
Untuk ion hidroksida, terdapat muatan negatif penuh pada oksigen, serta tiga pasangan elektron bebas.

Reaksi substitusi nukleofilik – reaksi SN2

Kita akan membahas reaksi ini dengan mengambil contoh sebuah halogenalkana primer, yaitu bromoetana sebagai halogenalkana primer sederhana. Bromoetana memiliki sebuah ikatan polar antara atom karbon dan bromin.
Salah satu pasangan elektron bebas pada ion OH- akan tertarik kuat ke atom karbon +, dan akan bergerak kearahnya, mulai membentuk sebuah ikatan dengannya. Ion negatif yang mendekat akan mendorong elektron-elektron dalam ikatan karbon-bromin semakin dekat ke bromin.
Pada beberapa titik selama proses ini, gugus -OH dan bromin keduanya akan terikat setegah ke atom karbon. Ini disebut keadaan transisi untuk reaksi. Ini bukan intermediet dan kita tidak bisa mengamatinya secara terpisah serta tidak memiliki eksistensi yang independen. Ini hanya merupakan tahap setengah-jalan dari perpindahan atom dan elektron yang cukup samar.
Pergerakan pasangan elektron bebas ini terus berlanjut sampai gugus -OH terikat kuat ke atom karbon, dan bromin telah dilepaskan sebagai ion Br-.
Terkadang dalam soal ujian, mungkin anda diminta untuk menunjukkan terbentuknya intermediet dalam mekanisme reaksi. Anda cukup menggambarkan mekanisme yang menunjukkan secara lebih rinci tentang bagaimana berbagai gugus tertata dalam ruang.
Berhati-hatilah saat anda menggambarkan keadaan transisi ini untuk memperjelas perbedaan antara garis putus-putus yang menunjukkan ikatan setengah-jadi dan setengah-putus, dengan yang menunjukkan ikatan-ikatan yang sebenarnya.
Perhatikan bahwa molekul telah dibalik selama reaksi terjadi – agak mirip dengan payung yang terbuka ke atas.
Secara teknis, reaksi ini disebut sebagai reaksi SN2. S adalah singkatan dari substitusi, N singkatan untuk nukleofilik, dan dituliskan 2 karena tahap awal dari reaksi ini melibatkan dua spesies – yaitu bromoetana dan ion OH-. Dalam beberapa silabus, reaksi ini biasa hanya disebut substitusi nukleofilik.

Reaksi SN2 pada halogenalkana sekunder

Reaksi bisa terjadi dengan cara yang sama persis seperti yang terjadi halogenalkana primer, walaupun ada kemungkinan untuk berlangsungnya reaksi melalui sebuah mekanisme yang berbeda (seperti akan dibahas secara ringkas berikut ini).
Lagi-lagi pada mekanisme ini, sebuah pasangan elektron bebas pada ion hidrogen yang mendekati atom karbon membentuk sebuah ikatan dengan atom karbon + dan, dalam proses tersebut, elektron-elektron dalam ikatan karbon-bromin dipaksa bergeser ke atom bromin membentuk sebuah ion bromida.

Reaksi antara halogenalkana sekunder atau tersier dengan ion hidroksida – mekanisme SN1

Untuk mekanisme reaksi ini kita akan mengambil contoh halogenalkana tersier sederhana seperti yang ada pada gambar di samping (2-bromo-2-metilpropana).

Mengapa halogenalkana tersier memerlukan mekanisme yang berbeda?

Ketika sebuah nukleofil menyerang sebuah halogenalkana primer, nukleofil ini mendekati atom karbon + dari sisi yang jauh dari atom halogen. Nukleofil ini tidak mendekati atom karbon dari sisi yang dekat dengan atom halogen karena halogen berukuran besar dan sedikit bermuatan negatif. Muatan pada halogen ini menolak nukleofil yang mendekat.
Jika nukleofil menyerang sebuah halogen tersier, masuknya nukleofil lewat belakang molekul tidak akan mungkin karena belakang molekul telah terisi oleh gugus-gugus CH3 – itulah sebabnya halogenalkana tersier memerlukan mekanisme yang berbeda.

Mekanisme SN1

Reaksi terjadi dalam dua tahapan. Pada tahap pertama, beberapa halogenalkana terionisasi menghasilkan sebuah ion karbonium dan sebuah ion bromida.
Reaksi ini mungkin karena ion karbonium tersier relatif stabil dibandingkan dengan yang sekunder atau primer. Bahkan demikian, reaksi tetap lambat.
Akan tetapi, ketika ion karbonium terbentuk, dia akan bereaksi segera ketika bersentuhan dengan sebuah nukleofil seperti OH-. Pasangan elektron bebas pada nukleofil tertarik kuat ke arah karbon positif, dan bergerak kearahnya untuk membentuk sebuah ikatan baru.
Kecepatan reaksi akan ditentukan oleh seberapa cepat halogenalkana terionisasi. Karena tahapan awal yang lambat ini hanya melibatkan satu spesies, maka mekanisme ini disebut sebagai SN1 – substitusi, nukleofilik, satu spesies yang terlibat dalam tahap awal yang lambat.

Mekanisme SN1 pada halogenalkana sekunder

Halogenalkana sekunder (seperti 2-bromopropana) bisa menggunakan baik mekanisme SN1 maupun mekanisme SN2. Belakang molekul pada sebuah halogenalkana sekunder sedikit lebih padat dibanding pada halogenalkana primer, tetapi masih ada ruang untuk pasangan elektron bebas pada nukleofil yang mendekat dan membentuk sebuah ikatan. Sebelumnya kita telah membahas reaksi ini.
Halogenalkana sekunder juga bisa mengalami sedikit ionisasi untuk bisa mengalami mekanisme SN1, tetapi reaksi ini jauh lebih sulit dibanding dengan halogenalkana tersier, karena ion karbonium sekunder yang terbentuk tidak sestabil ion karbonium tersier.
Ketika ion karbonium telah terbentuk, dia langsung bereaksi dengan sebuah ion hidroksida. Sepasang elektron bebas pada ion hidroksida tertarik kuat ke karbon positif, bergerak kearahnya, dan membentuk sebuah ikatan.

No comments:

Post a Comment